I. Pendahuluan
Buah merupakan bagian yang penting dari tanaman karena organ ini merupakan tempat yang sesuai bagi perkembangan, perlindungan, dan penyebaran biji. Pada buah normal, pembentukan buah dimulai dengan adanya proses persarian (polinasi) kepala putik (stigma) oleh serbuk sari (polen) secara sendiri (self pollination) atau oleh bantuan angin, serangga penyerbuk (polinator), dan manusia (cross pollination). Selanjutnya polen berkecambah dan membentuk tabung polen (pollen tube) untuk mencapai bakal biji (ovule). Peristiwa bertemunya polen (sel jantan) dengan bakal biji (sel telur) di dalam bakal buah (ovary) disebut pembuahan (fertilisasi). Kemudian bakal buah akan membesar dan berkembang menjadi buah bersamaan dengan pembentukan biji. Akhirnya akan dihasilkan buah yang fertil (berbiji) (Pardal, 2001).
Beberapa jenis tanaman mempunyai kemampuan untuk membentuk buah tanpa melalui proses polinasi dan fertilisasi. Buah yang terbentuk tanpa melalui polinasi dan fertilisasi ini disebut buah partenokarpi. Buah partenokarpi dapat dibuat dengan memotong benang sari pada bunga yang siap mekar, sehingga dalam bunga itu hanya terdapat putik saja. Kemudian bunga tersebut ditutup dengan kapas lalu ditetesi dengan zat tumbuh seperti IAA atau GA. Penetesan IAA atau GA dilakukan setiap hari sampai tampak adanya perubahan secara morfologi (Anonim, 2009a).
Biasanya buah partenokarpi ini tanpa biji (seedless) karena tanpa melalui fertilisasi. Partenokarpi ini kurang menguntungkan bagi program produksi benih/biji , namun tidak bagi pebisnis jenis tanaman komersial (hortikultura) karena menghasilkan buah tanpa biji atau berbiji lunak selain itu juga memberikan kemungkinan untuk perbaikan pembentukan biji apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan untuk produksi polen, perkecambahan dan fertilisasi, selain itu pada beberapa tanaman yang tidak mempunyai biji dapat memperbaiki kualitas buah tetapi lebih bermanfaat bagi peningkatan kualitas dan produktivitas buah, sebagai contoh, pada terung partenokarpi dapat meningkatkan kualitas buah, sedangkan pada Actinidia dapat meningkatkan produktivitas buah dan tidak membutuhkan bantuan serangga penyerbuk (pollinator). Selain terung ada pisang, timun, nanas, pir, sukun, dan jambu-jambuan (Anonim, 2009b).
Partenokarpi bukanlah gejala yang dapat disejajarkan dengan partenogenesis pada hewan. Gejala apomiksis pada tumbuhanlah yang lebih tepat sebagai gejala yang paralel. Partenokarpi dapat terjadi secara alami (genetik) ataupun buatan (induksi). Partenokarpi alami ada dua tipe, yaitu obligator apabila terjadinya tanpa faktor/pengaruh luar dan fakultatif dan fakultatif apabila terjadinya karena ada faktor/pengaruh dari luar/lingkungan yang tidak sesuai untuk polinasi dan fertilisasi, misalnya suhu terlalu tinggi atau rendah (Anonim, 2009c)
Sedangkan partenokarpi buatan dapat diinduksi melalui aplikasi zat pengatur tumbuh (fitohormon) pada kuncup bunga atau melalui polinasi dengan polen inkompatibel atau dapat diserbuki dengan polen yang telah diradiasi sinar X. Bahkan, kini dengan adanya kemajuan teknologi di bidang biologi molekuler partenokarpi dapat diinduksi secara endogen melalui teknik rekayasa genetika, yaitu dengan cara menyisipkan gen partenokarpi (pengkode IAA/giberelin) ke dalam genom tanaman target melalui proses transformasi genetik. Tanaman transgenik yang telah mengandung gen partenokarpi akan mengekspresikan senyawa auksin pada plasenta dan ovule atau giberelin pada polen sebelum polinasi.
II. Partenokarpi Alami
Partenokarpi dapat terjadi secara alami (genetik) pada beberapa jenis tanaman saja (terbatas), misalnya pada pisang (triploid), tomat, dan manggis. Partenokarpi dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu obligator dan fakultatif. Partenokarpi disebut obligator apabila terjadi secara alami (genetik) tanpa adanya pengaruh dari luar. Hal ini dapat terjadi karena tanaman tersebut secara genetik memiliki gen penyebab partenokarpi, misalnya pada tanaman pisang yang kebanyakan triploid. Tanaman triploid ini memiliki mekanisme penghambatan perkembangan biji atau embrio sejak awal, sehingga buah yang terbentuk tanpa biji. Sedangkan partenokarpi fakultatif apabila terjadinya karena ada faktor/pengaruh dari luar, misalnya pada tanaman tomat dapat terjadi pembentukan buah partenokarpi pada suhu dingin atau suhu panas(Agostino, 2005).
III. Partenokarpi Buatan
1. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh
Pada awal abad ke-19 telah diketahui bahwa polinasi tanpa fertilisasi dapat merangsang pembentukan buah. Kemudian, ekstrak polen diketahui pula dapat menginduksi pembentukan dan perkembangan buah. Berikutnya diketahui lagi bahwa auksin dapat menggantikan polinasi dan fertilisasi pada proses pembentukan dan perkembangan buah pada beberapa spesies tanaman.
Percobaan pada tanaman strawbery, di mana bakal biji yang telah dibuahi (achenes) dapat dihilangkan tanpa merusak bagian reseptakel ternyata buah tetap tumbuh dan berkembang setelah achenes tersebut diganti dengan olesan senyawa lanolin yang berisi auksin. Lebih lanjut, telah dibuktikan bahwa kandungan dan sintesis auksin pada bakal biji (achenes) berlangsung hingga 17 hari setelah pembuahan. Hal ini membuktikan bahwa auksin dibutuhkan selama perkembangan buah.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) lain, seperti giberelin dan sitokinin juga terbukti dapat menggantikan peran biji dalam perkembangan buah. Namun, untuk efisiensi partenokarpi perlu kombinasi atau pengulangan aplikasi ZPT tersebut. Zat pengatur tumbuh berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kandungan auksin (IAA) endogen dalam bakal buah (ovary), baik setelah polinasi dan fertilisasi ataupun setelah aplikasi ZPT dari luar. Kadar auksin selama perkembangan bakal buah berbeda-beda untuk setiap tanaman, tetapi umumnya meningkat pada saat 20 hari setelah pembungaan (anthesis) baik pada bunga yang diserbuki atau yang disemprot auksin. Peningkatan kadar IAA pada bakal buah akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan buah pada fase awal pembungaan. Mekanisme inilah yang mengilhami para ahli bioteknologi pertanian dalam pembentukan buah partenokarpi melalui rekayasa genetika.
2. Manipulasi Ploidi (Alteration in Chromosomes Number)
Partenokarpi dapat pula diinduksi secara genetik, yaitu melalui manipulasi jumlah ploidi (kromosom) pada tanaman. Hal ini dapat ditempuh dengan persilangan biasa, misalnya antara tanaman semangka dikotil (sebagai induk jantan/ penyerbuk) dengan tanaman tetraploid (sebagai induk betina) menghasilkan hybrid (F1) triploid yang ternyata dapat menghasilkan buah partenokarpi tanpa biji (seedless). Pada tanaman triploid ini bakal biji (ovule) terhambat sejak awal perkembangannya, sehingga embrio tidak berkembang. Akibatnya tanaman hanya menghasilkan buah tanpa biji dengan integumen yang rudimenter (tidak berkembang).
3. Metode DNA Rekombinan (Rekayasa Genetika)
Pada beberapa tahun terakhir, beberapa metode telah dicoba dan dikembangkan untuk menghasilkan partenokarpi melalui rekayasa genetika tanaman. Pembentukan buah partenokarpi melalui teknik DNA rekombinan dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu (1) menghambat perkembangan embrio/biji tanpa mempengaruhi pertumbuhan buah dan (2) ekspresi fitohormon pada bagian ovary/ ovule untuk memacu perkembangan buah partenokarpi.
Cara pendekatan pertama ditempuh melalui penggunaan gen yang bersifat merusak sel (cytotoxic). Gen ini akan menghasilkan senyawa toksik terhadap sel-sel embrio/ biji, sehingga akan menghambat bahkan merusak perkembangan embrio/biji. Pertumbuhan buah tetap berlangsung, tetapi tidak menghasilkan biji. Sebagai contoh, penggunaan gen barnase yang diisolasi dari bakteri Bacillus amyloliquefaciens atau kombinasi gen sitotoksik, misalnya gen iaaM dan iaaH dari bakteri yang mengekspresikan senyawa toksik kadar tinggi terhadap sel-sel embrio/biji. Kombinasi ekspresi dua gen ini akan merubah triptofan menjadi IAA melalui senyawa indoleacetamide. Kadar IAA tinggi ini akan bersifat toksik terhadap sel-sel biji atau embrio tanaman. Beberapa ahli juga menggunakan gen regulator yang dapat mengekspresikan senyawa toksik yang mempengaruhi perkembangan embrio atau endosperm. Gen barnase akan menghasilkan enzim ribonuklease pada bagian biji di bawah kontrol promoter spesifik bagian kulit biji. Tetapi pembentukan partenokarpi melalui cara pendekatan ini kurang berhasil dan tidak berkembang, karena hingga kini belum ada data hasil percobaan yang mendukung keberhasilan teknik ini.
Pembentukan Buah Partenokarpi melalui Rekayasa Genetika Cara pendekatan kedua dalam menghasilkan partenokarpi adalah melalui pengekspresian senyawa fitohormon IAA atau analognya pada bagian bakal buah (ovary) terlihat lebih efektif. Cara kedua ini didasari oleh pengetahuan sebelumnya bahwa aplikasi fitohormon sejenis auksin/ giberelin dapat menggantikan peran biji dalam merangsang pembentukan dan perkembangan buah. Induksi buah partenokarpi melalui penggunaan gen pengkode giberelin telah berhasil, yaitu giberellin 20-oxidase yang diekspresikan pada bagian polen (serbuk sari) sebelum polinasi (di bawah kontrol promoter spesifik bagian polen). Buah partenokarpi dapat terbentuk sebelum fertilisasi (anthesis). Penggunaan gen pengkode auksin, giberelin atau sitokinin (iaaM, iaaH atau ipt) dari Agrobacterium tumefaciens di bawah kontrol sequen regulator spesifik bagian ovary telah berhasil. Gen iaaM mengkode senyawa triptofan 2-monooxigenase yang akan meru-bah triptofan menjadi indoleaceta-mide (IAM), lalu menjadi indole acetic acid (IAA) dan amonia menggunakan promoter GH3 dari kedelai atau AGL5 (Agamous-like 5) dari Arabidopsis atau PLE36 dari tembaka. GH3 merupakan promoter inducible auksin di bagian ovary, AGL5 spesifik pada perkembangan karpela dan PLE 36 spesifik untuk ovary. Telah berhasil digunakan promoter bagian regulator defh9 (deficiens homologue 9) dari Antirrhinum majus untuk mengekspresikan gen iaaM (pengkode IAA) dari Pseudomonas syringae pv savastanoi pada bagian plasenta dan bakal biji. Gen kimerik defh9-iaaM ini telah berhasil menginduksi buah partenokarpi pada beberapa tanaman dari famili Solanaceae seperti terung, temba-kau, dan tomat. Tanaman hibrid (F1) terung yang mengandung gen defh9-iaaM menunjukkan peningkatan produksi pada musim dingin. Demikian juga terjadi pada tomat transgenik yang ditanam pada kondisi atau cuaca yang kurang menguntungkan bagi perkembangan polen. Bahkan saat ini, di Italia sedang dilakukan pengujian lapang untuk tanaman transgenik melon, strawbery, dan anggur. Sehingga gen partenokarpi defh9-iaaM telah berhasil dicoba pada empat famili, yaitu Solanaceae, Cucurbitaceae, Rosaceae, dan Cruciferae.
Dari semua tanaman transgenik partenokarpi tersebut ditemukan kadar ekspresi auksin yang sangat rendah pada mRNA yang diekstrak dari kuncup bunga. Dari hasil percobaan ternyata terdapat faktor penting di dalam pembuatan buah partenokarpi melalui rekayasa genetika, yaitu terletak pada penggunaan bagian regulator (regulator region) dalam konstruksi gen kimera. Bagian regulator merupakan informasi genetik yang sangat penting dalam mengontrol ekspresi gen interest baik secara temporal atau spatial. Dua parameter ini sangat penting dalam memperoleh partenokarpi dan meyakinkan ekspresi yang optimal dari gen partenokarpi tanpa menghambat pertumbuhan vegetatif (buah) pada tanaman transgeniknya. Dengan demikian, semua gen regulator yang digunakan diarahkan ekspresinya ke bagian ovary dan bagian-bagiannya. Sebagai contoh gen kimera defh9-iaaM, bagian regulator defh9 (promoter) dapat mengontrol ekspresi gen iaaM (pengkode IAA) hanya pada bagian plasenta, ovule, dan bagian ovule. Ekspresi IAA pada bagian ovule ditujukan untuk menggantikan peran biji dalam memacu pertumbuhan buah, sedangkan ekspresi IAA pada bagian plasenta untuk meyakinkan bahwa partenokarpi terjadi sebelum polinasi (anthesis). Hal ini dimaksudkan untuk membandingkan dengan buah hasil penyerbukan biasa atau aplikasi ZPT. Buah partenokarpi tanpa biji dapat terbentuk pada bunga tomat dan terung yang diemaskulasi atau dikastrasi (dihilangkan bagian benang sarinya) terlebih dahulu. Sedangkan ekspresi IAA pada bagian jaringan ovule dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan buah hingga dewasa. Ekspresi IAA yang sangat rendah diperlukan untuk memperoleh perkembangan buah partenokarpi secara normal, karena apabila ekspresi terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan yang abnormal (malformation), terutama pada jenis tanaman yang sensitif terhadap auksin.
IV. Beberapa Contoh Pembentukan Buah Partenokarpi
1. Pembentukkan buah partenokarpi pada Cabai (Capsicum annum, L)
Cabai merah (Capsicum annum) merupakan tanaman hortikultura yang cukup penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Kebutuhan cabai merah dari tahun ke tahun semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, namun produksi cabai masih belum mencukupi, selain itu buah biasanya berukuran lebih besar dan dapat menyebabkan bentuk buah yang lebih bagus.
Teknik ini dapat meningkatkan produktivitas suatu tanaman, termasuk cabai yang kebutuhannya semakin meningkat sedangkan hasilnya masih tergolong rendah. Salah satu cara memperoleh tanaman partenikarpi buatan adalah dengan cara pemberian hormon. Asumsi yang melandasi penelitian ini adalah gibberellin dapat mempengaruhi sifat genetik termasuk pembentukan buah menjadi bersifat partenokarpi, sehingga dengan pemberian gibberellin konsentrasi tertentu dapat menginduksi buah cabai menjadi bersifat partenokarpi. Namun penyemprotan gibberellin dapat menurunkan jumlah bunga gugur dan meningkatkan jumlah serta berat total cabai yang dihasilkan (Sugiharto, 1999).
2. Pembentukkan buah partenokarpi pada Semangka (Citrullus lannatus)
Semangka tanpa biji atau biasa disebut semangka seedless adalah merupakan semangka hibrida F-1 juga. Namun tetua atau induknya masing - masing berasal dari tetua betina semangka tetraploid dengan tetua jantan semangka diploid. Oleh karena itu semangka ini disebut juga semangka hibrida tetraploid.
Teknik pembenihan semangka tanpa biji diketemukan oleh Prof. Dr. Hitoshi Kihara. Untuk memperoleh tetua yang tetraploid harus melalui pelipat gandaan jumlah kromosom yang dalam istilah ilmiahnya sering di sebut dengan mutasi duplikasi. Dari persilangan semangka tetraploid dengan diploid ini akan diperoleh semangka triploid (semangka seedless) yang mempunyai daya vitalitas rendah. Jika suhu udara rendah (kurang dari 29 oC) maka daya kecambahnya pun akan lambat, oleh karena itu perkecambahan benih semangka triploid memerlukan suhu udara yang cukup tinggi agar perkecambahannya dapat terjamin. Pertumbuhan tanaman muda pada awalnya lemah, bahkan terkadang tidak normal, tetapi selanjutnya tanaman akan tumbuh kuat. Daya kecambah rata - rata biji semangka triploid adalah antara 27,5-85 % dengan bentuk kotiledon yang lebih kecil daripada semangka diploid. Tanaman semangka triploid sebenarnya memiliki bunga jantan dan betina yang lengkap, tetapi bakal biji dan benang sarinya mandul, maka biji tidak akan terbentuk. Meskipun demikian biji kosong yang berwarna putih atau coklat terkadang masih dijumpai. Terbentuknya biji kosong yang berwarna coklat biasanya disebabkan karena kelebihan dosis pemupukan unsur hara phospor (P205) (Anonim, 2009d).
Berikut ini juga ada langkah-langkah yang biasanya digunakan untuk membudidayakan buah semangka tanpa biji, antara lain:
a. Mula-mula sediakan benih semangka diploid atau semangka dengan biji. Benih semangka ini kemudian direndam dalam larutan colchicine selama 24 jam, lalu disemai.
b. Setelah muncul tunas, tetesi dengan colchicine 0,05% sebanyak enam kali dalam empat hari pertama. Perlakuan ini akan menghasilkan semangka tetraploid dengan jumlah kromosom 44.
c. Colchicine merupakan zat yang dihasilkan oleh Colchicine autumnale yang diketahui lebih efektif daripada auxin dan giberellin karena Colchicine bekerja dengan cara menghambat terbentuknya dinding sel yang biasanya terbentuk setelah proses pembelahan.
d. Semangka tetraploid yang dihasilkan kemudian ditanam sebagai indukan seleksi. Buah yang dihasilkan semangka ini kemudian bijinya ditanam kembali dan bunganya diserbuki dengan bunga semangka diploid.
e. Penyerbukan dilakukan dengan cara menggabungkan sel telur semangka tetraploid dengan serbuk sari semangka diploid sehingga menghasilkan semangka tanpa biji
(Anonime, 2009).
3. Pembentukkan buah partenokarpi pada Jambu Biji (Lambo guava)
Jambu biji adalah salah satu tanaman buah jenis perdu, dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari Brazilia Amerika Tengah, menyebar ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji sering disebut juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu. Jambu tersebut kemudian dilakukan persilangan melalui stek atau okulasi dengan jenis yang lain, sehingga akhirnya mendapatkan hasil yang lebih besar dengan keadaan biji yang lebih sedikit bahkan tidak berbiji yang diberi nama jambu Bangkok karena proses terjadinya dari Bangkok.
Dari sejumlah jenis jambu biji, terdapat beberapa varietas jambu biji yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomisnya yang relatif lebih tinggi diantaranya Jambu Sukun (jambu tanpa biji yang tumbuh secara partenokarpi dan bila tumbuh dekat dengan jambu biji akan cenderung berbiji kembali) (Anonim, 2009f).
d. Pembentukkan buah partenokarpi pada Kurma
Kurma tanpa biji itu bukan hasil perkawinan bunga jantan dan betina. Buah berasal dari pohon partenokarpi. Artinya, pohon mampu membentuk buah tanpa ada penyerbukan jantan pada betina. Beberapa pohon kurma memang bersifat seperti itu, tergantung genetik bunga betina. Secara alami kurma tergolong tanaman berumah dua. Pohon hanya menghasilkan 1 jenis bunga: jantan atau betina. Penyerbukan alami terjadi bila terdapat pohon jantan dan betina di lokasi berdekatan (Cahyana, 2002).
e. Pembentukkan buah partenokarpi pada Pisang (Musa sp)
Persilangan berikut ini dapat memberikan gambaran mengenai asal-usul pisang tanpa biji.
V. Kesimpulan
Beberapa pendekatan dan percobaan telah dilakukan dalam rangka pembentukan buah partenokarpi pada tanaman transgenik. Pembentukan buah partenokarpi melalui rekayasa genetika akan dapat menjawab tuntutan konsumen yang menginginkan adanya buah tanpa biji dengan kualitas lebih baik dan produktivitas yang tinggi, khususnya pada tanaman hortikultura yang bernilai tinggi (komersial). Sejalan dengan itu, pendekatan secara molekuler dengan teknik microarray juga dapat digunakan untuk studi pembandingan dan studi perubahan pola ekspresi gen selama perkembangan buah baik pada buah partenokarpi maupun buah normal (hasil pembuahan). Dengan demikian, sintesis fitohormon secara endogen pada bunga atau bakal buah akan dapat terkontrol baik waktu (timing), tempat (lo-kasi), dan kekuatan (strength) ekspresi serta pengaruhnya bagi per-tumbuhan dan perkembangan buah dan bahwa di antara teknik DNA rekombinan untuk menginduksi perkembangan buah partenokarpi yang berdasarkan pada penggunaan gen-gen DeJH9-iaaM dan DefH9-Ri-iaaM temyata memberikan harapan untuk pemanfaatan praktis karena beberapa percobaan lapang di bawah budidaya yang normal menunjukkan adanya keuntungan secara agronomi atau komersial. Hasil yang positif diperoleh pada famili tanaman solanaceae (tomat, terong), rosaceae (strawbery, rapsberry) sehingga memungkinkan kedua gen dapat digunakan untuk memperbaiki hasil dan kualitas pada tanaman lain termasuk spesies tanaman tropis.
DAFTAR PUSTAKA
Agostino Falavigna dan Giuseppe Leonardo Rotino. 2005. Pemanfaatan Bioteknologi untuk Mengatasi Cekaman Abiotik pada TanamanParthenocarpy, a Strategi for Fruit Production
under Adverse Environmental Conditions. C. R. A.-Research Institute for Vegetable Crops, Montanaso Lombardo, Lodi, Italy. http://biogen.litbang.deptan.go.id/berita_artikel/seminar_22_sept_2005_ringkasan_falavigna.php. (diakses tanggal 23 Maret 2009).
under Adverse Environmental Conditions. C. R. A.-Research Institute for Vegetable Crops, Montanaso Lombardo, Lodi, Italy. http://biogen.litbang.deptan.go.id/berita_artikel/seminar_22_sept_2005_ringkasan_falavigna.php. (diakses tanggal 23 Maret 2009).
Anonim. 2008a. Apa itu Partenokarpi??. http://kazzuya.wordpress.com/2008. (diakses tanggal 23 Maret 2009).
Anonim. 2009b. Buah Partenokarpi. http://tunasbangsa-batang.blogspot.com/ pembentukan buah parttenokarpi. (diakses tanggal 23 Maret 2009).
Anonim. 2009c. Partenokarpi. http://id.wikipedia.org/wiki/Partenokarpi. (diakses tanggal 23 Maret 2009).
Anonim. 2009d. Pembentukkan buah partenokarpi pada Semangka (Citrullus vulgaris). http://www.tanindo.com/abdi4/hal0401.html. (diakses tanggal 23 Maret 2009).
Anonim. 2009e. Menghasilkan Semangka Tanpa Biji. http://agromedia.net/Info/Menghasilkan-Semangka-Tanpa-Biji.html. (diakses tanggal 23 Maret 2009).
Anonim. 2009f. Pembentukkan buah partenokarpi pada Jambu Biji (Lambo guava). http://www.ristek.go.id. (diakses tanggal 23 Maret 2009).
H, N. Fitriaji. 2009. Mekanisme Sederhana Pengaruh Hormon/Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Hormonik Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif. http://hijauqoe.wordpress.com/2009/01/03/hormonik-hormon-tumbuh-zpt/. (diakses tanggal 23 Maret 2009).
Pardal, Jumali. Saptowo. 2001. Pembentukkan Buah Partenokarpi melalui Rekayasa Genetika. biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/pdf/agrobio. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor. (diakses tanggal 5 Maret 2009).
Sugiharto.1999. Pembentukan buah partenokarpi pada Cabai (Capsicum annum, L). http://libunair@indo.net.id. Faculty of Mathematics and Natural Science Airlangga University. (diakses tanggal 23 Maret 2009).